Formula Feeding

Seperti cerita di-post saya sebelumnya, saya terpaksa harus memberikan Sufor (Susu Formula) ke anak saya karena ASI saya tidak mencukupi kebutuhan hariannya. Saya tidak malu mengakui kalau anak saya adalah anak sufor, bukan anak ASI. Malah saya mau berterima kasih kepada penemu sufor, yang sangat membantu ibu-ibu dengan problem seperti saya. Hehe.

Formula feeding tidaklah sepraktis breast feeding alias ASI, dimana ibu tinggal buka baju untuk menyusui anaknya. Untuk membuat sufor yang baik dan sesuai kaidah, kita perlu sedikit repot dan modal untuk membeli beberapa peralatan yang mendukung formula feeding. Belum pula harus mencari sufor yang cocok dengan anak dan tidak menyebabkan alergi yang susahnya macam mencari jodoh. hehe.

Anak saya, sejak hari ke-2 lahir, sudah saya kasih sufor. Sufor pertama kali yang saya kenalkan ke dia adalah Nestle Nan Pro PHP 1 yang katanya lebih aman untuk anak alergi susu sapi. Akan tetapi sufor ini tidak terlalu cocok di anak saya: timbul ruam di pipi dan tiap pipis/poop muncul bercak merah / oranye (entah darah atau apa), plus anak saya sepertinya tidak terlalu suka dengan rasanya sehingga seringkali dimuntahkan oleh dia. Setelah itu, saya ganti sufor anak saya dengan Bebelove 1. Suprisingly, anak saya malah cocok dengan Bebelove 1 ini. Padahal bukan susu untuk anak alergi. Ruam di pipi menghilang, pipis/poop lancar dan tidak keras, muntah berkurang, dan yang paling penting tumbuh kembangnya baik (sesuai kurva pertumbuhan standar WHO). Harga sufor Bebelove 1 ini juga termasuk kategori menengah saja, untuk 1 kaleng 800 gram harganya sekitar Rp. 124 Ribu di Batam. Tips: Untuk percobaan pertama kali, lebih baik beli sufor yang kemasan kecil dulu (kemasan kotak 400 gram) supaya tidak terlalu rugi kalau anaknya tidak cocok.

Kalau kalian pernah membeli sufor, pada kemasannya tertulis cara untuk menyajikannya. Akan tetapi saya tidak mengindahkan tulisan ini pada awalnya. Efeknya anak saya sering kembung perutnya dan nafasnya jadi grok-grok seperti ada lendir di saluran nafasnya. Tapi, saat saya mengikuti saran penyajian sufor yang baik dan tertulis di kemasannya, masalah tersebut jadi hilang pelahan-lahan. Oleh karena itu, saya merasa perlu sharing bagaimana membuat susu formula yang baik sehingga memberikan efek yang maksimal.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyajikan sufor adalah:

  • Temperatur air seduh
    Ini adalah hal paling krusial. Temperatur air seduh untuk kebanyakan sufor adalah 70 derajat Celcius, kecuali tertera lain pada kemasannya. Tidak bisa ditawar-tawar. Dengan temperatur tersebut, bakteri/kuman akan mati serta sufor akan larut sempurna. Kalau temperaturnya lebih dari 70 derajat Celcius, nutrisi yang dikandung dalam sufor akan hilang. Sedangkan, kalau tempertaturnya dibawah 70 derajat Celcius, sufor dikhawatirkan tidak larut sempurna dan masih mengandung bakteri/kuman yang bisa menyebabkan penyakit pada saluran cerna anak.
  • Botol bersih dan steril
    Percuma saja kalau air-nya sudah sesuai tapi botolnya masih kotor. Takutnya akan membawa penyakit juga ke anak. Selain dicuci pakai sabun khusus cuci peralatan bayi, lebih baik lagi disikat dengan sikat botol dan dot supaya bersih sempurna. Setelah itu baru dimasukan ke sterilizer untuk membunuh bakteri/kuman yang mungkin masih tersisa.
  • Takaran sufor dan air seduh
    Harap dicatat bahwa air seduh harus masuk lebih dulu di botol dengan takaran yang sesuai, baru kemudian masukan bubuk sufor sesuai dengan takarannya. Biasanya 30 ml air seduh + 1 sendok takar sufor, berlaku kelipatannya. Jadi masukkan air seduh 30 ml ke dalam botol, baru ditambah dengan 1 sendok takar sufor. Sufor dalam sendok takar harus dalam kondisi penuh dan datar permukaannya, bukan 1 sendok munjung ya.
  • Temperatur saji
    Setelah sufor dan air seduh larut sempurna di botol, temperaturnya perlu kita turunkan dulu ke 30-40 derajat Celcius dulu sebelum disajikan ke anak. Jangan sampai kepanasan, kasihan nanti anaknya. Cara untuk mendingingkan temperatur sufor yang sudah diseduh adalah dengan cara merendamnya beberapa saat dengan air dingin. Ganti air rendamannya beberapa kali sampai menemukan temperatur saji yang pas. Pastikan sat merendam botol dengan air dingin, ketinggian air dinginnya masih dibawah leher botol. Dikhawatirkan kalau setara atau lebih tinggi dari leher botol, ada kemungkinan air tersebut akan masuk ke dalam botol susu.
  • Buang sisa sufor yang tidak dihabiskan dalam kurun waktu 2 jam
    Sufor yang tersisa setelah 2 jam kemungkinan akan terkontaminasi oleh kuman / bakteri yang berbahaya untuk anak. Jadi selalu buang sufor yang tidak habis dikonsumsi dalam waktu 2 jam.
  • Hindari memegang dot botol
    Jangan memegang dot botol yang sudah disteril karena beresiko menyebarkan kuman / bakteri.
  • Larut sempurna
    Saat mencampurkan air seduh dan sufor, pastikan dikocok dengan benar sehingga sufor larut sempurna dan tidak ada sisa gumpalan sufor.

Untuk menunjang penyajian sufor yang baik dan benar, disarankan untuk menggunakan alat penunjang berikut. Tipe dan brand yang digunakan bisa disesuaikan dengan budget masing-masing.

  1. Botol susu
    Saat ini banyak sekali pilihan botol susu yang ada di pasaran. Pertama kali saya beli botol susu, saya beli merk Mam. Akan tetapi anak saya kurang suka dan sering tersedak karena lubangnya agak besar serta dot-nya kurang lembut. Akhirnya saya ganti ke botol susu Phillip Avent tipe natural. Botol susu Phillip Avent ini tersedia dalam 2 ukuran, yaitu 125 ml dan 260 ml. Ukuran dot-nya juga ada beberapa level yang disesuaikan dengan umur anak. Bentuk dot juga dirancang sesuai dengan anatomi puting payudara sehingga anak tidak jadi bingung puting. Terbukti anak saya DBF (Direct Breast Feeding) oke, dan bottle feeding pun oke.
    Untuk awal fase bayi baru lahir (newborn), sebaiknya sedia minimal 2 botol ukuran 125 ml dengan dot ukuran 0+. Setelah menginjak bulan ke-2, bisa tambah 2 botol ukuran 260 ml. Ukuran dot juga sudah diganti dengan ukuran 1+ yang flownya lebih besar sesuai dengan kemampuan isap bayi yang bertambah kuat seiring usianya.
  2. Sterilizer
    Sterilizer ini ada banyak macam, ada yang tipe steam/uap, rebus dengan air mendidih, dan yang sekarang sedang tren yaitu UV sterilizer. Saya memilih UV sterilizer dengan alasan praktis dan efisien membunuh kuman/bakteri. Selain itu, saat selesai disteril, botol bisa langsung dipakai karena sudah kering. Beda dengan jenis sterilizer dengan steam atau rebus dimana botolnya akan basah dan harus dikeringkan dulu beberapa saat sebelum bisa digunakan. Oh iya, ada juga material botol yang tidak disarankan untuk direbus dengan air mendidih, jadi selalu perhatikan keterangan pada kemasannya.
    Saya menggunakan UV Sterilizer Upang seri 7 (model lama) yang saya beli di Batam dengan harga Rp. 3,49 Juta. Alasan memilih Upang karena brand ini sudah lama populer dengan produk UV sterilizer-nya dan banyak digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia. Jadi harusnya cukup oke. UV sterilizer ini memang mahal tapi akan terpakai dalam kurun waktu yang lama. Bahkan mungkin sampai kelak anak jadi balita.
  3. Bottle Warmer
    Gunanya bottle warmer ini adalah untuk mengatur temperatur air seduh dan temperatur saji. Untuk menghangatkan ASI dan makanan (dalam porsi kecil) juga bisa. Ada berbagai macam brand bottle warmer yang beredar di pasaran. Saya sendiri menggunakan bottle warmer Baby Safe. Alasannya karena harganya cukup murah, kalau tidak salah sekitar 200 Ribu Rupiah, maaf lupa tepatnya berapa. Bottle warmer Baby Safe ada beberapa pilihan temperatur yaitu; 40, 70 dan 100 derajat Celcius. Untuk bottle warmer Baby Safe ini ukurannya cukup kecil dan ringan sehingga bisa dibawa bepergian. Akan tetapi bottle warmer ini butuh colokan listrik sehingga tidak bisa dipakai saat di perjalanan.
  4. Termos
    Gunanya termos ini adalah untuk menyimpan air panas. Biasanya saya masak air dalam jumlah yang banyak (sekitar 800 ml) sekaligus sampai mendidih dan disimpan dalam termos. Termos yang saya pakai merk Kris yang bisa dibeli di Ace Hardware. Harganya kalau tidak salah dibawah 150 Ribu Rupiah. Kualitasnya cukup oke karena bisa menahan panas sampai sekitar 8 jam. Saya tidak menyarankan penggunaan air panas dari dispenser karena biasanya air panas dispenser itu hanya sekitar 70 derajat Celcius yang dikhawatirkan belum bisa membunuh semua kuman/bakteri yang mungkin terdapat pada air kemasan (ingat, sistem pencernaan bayi masih sangat sensitif), selain itu saya mengkhawatirkan higienitas selang air yang menghubungkan galon air dan dispenser-nya. Penggunaan dalam waktu lama tanpa dibersihkan atau diganti memungkinkan jadi tempat perkembangbiakkan jamur.
  5. Wadah rendam botol panas
    Seperti yang saya katakan sebelumnya, kita perlu menurunkan temperatur sufor yang sudah diseduh dengan cara merendamnya dengan air dingin. Wadah rendam sebaiknya jangan terbuat dari kaca karena mudah pecah akibat perbedaan temperatur air.

Satu hal lagi mengenai formula feeding yang perlu saya bahas adalah mengenai volume dan interval feeding. Terkait hal tersebut, semua dipengaruhi oleh usia dan berat badan bayi. Kalau saya pribadi, lebih suka dengan pendekatan berat badan karena ada bayi yang ukuran badannya lebih besar daripada usia semestinya. Logikanya semakin besar badannya maka volume lambungnya juga pasti semakin bertambah. Makanya anak yang badannya besar biasanya lebih lahap minum susu karena untuk memenuhi kebutuhan lambungnya yang lebih besar. Rumus yang saya pakai untuk menghitung kebutuhan sufor bayi dalam sehari adalah sebagai berikut = Berat badan bayi (kg) x 2,2 x 2 x 30 ml. (Sumber: The Asia Parents)

Demikianlah sedikit cerita tentang perjuangan formula feeding. Kalau dirangkum mengenai keuntungan dan kerugian formula feeding menurut saya:
Pros:
Feeding bisa dilakukan oleh siapa saja selain Ibu, sehingga bisa membuat bonding juga antara Ayah – Anak atau Nenek – Anak.
– Dalam setiap sesi feeding, nutrisinya selalu sama dan standar. Beda dengan ASI yang nutrisinya bergantung pada konsumsi makanan dari Ibu-nya.

Cons:
– Mahal.
– Ribet.
– Ada kecenderungan anak jadi obesitas kalau overfeeding.
– Bisa jadi menyebabkan masalah gangguan cerna pada anak karena sufor lebih susah dicerna daripada ASI.
– Kecenderungan alergi.

Tinggalkan komentar