Pregnancy # 2: Birth Story

Akhirnya ada kesempatan juga untuk menuliskan cerita lahiran yang mungkin sudah basi rasanya karena sudah 2 bulan berselang. Hahaha. Maklumlah mengurus bayi sendirian tanpa pembantu dan suster itu sangat melelahkan dan menyita waktu sekali.

Seperti cerita saya sebelumnya, saya dan suami memutuskan untuk lahiran secara caesarean. Sesungguhnya saya deg-dengan juga menghadapi proses lahiran ini karena semuanya serba pertama kali untuk saya. Takut kenapa-kenapa saat operasi dan setelahnya, tapi juga excited mau ketemu anak bayi.

26 November 2020

Saya dan suami datang ke RSIA Frisdhy Angel sekitar jam 7 malam. Sebelum datang ke rumah sakit, saya dan suami sudah makan malam dulu. Di rumah sakit, kami langsung datang ke bagian administrasi dan mengurus pendaftaran pasien serta menyerahkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Ketika sudah dapat kamar (tipe VIP) yang available untuk ditempati, kami diminta untuk membayar DP (Down Payment / uang muka) sebesar Rp. 15 Juta.

Kamar VIP RSIA Frisdhy Angel

Sebelum masuk kamar, perawat memeriksa denyut jantung janin dan tekanan darah saya. Hasilnya semua baik dan saya diantar ke kamar rawat inap. Pak suami diberi kartu akses sebagai pendamping pasien. Di masa pandemi Covid-19, RSIA Frisdhy Angel hanya memperbolehkan 1 orang penunggu pasien saja di kamar rawat inap. Kamar VIP cukup luas ruangannya, ada TV, kulkas, kamar mandi, AC, bed sofa dan lemari. Tidak ada dispenser air minum di dalam kamar, tapi tersedia dispenser umum di ruang tengah dekat meja suster jaga.

Sekitar jam 10 malam, ada perawat yang datang ke dalam kamar saya untuk mengingatkan bahwa saya harus puasa mulai jam 1.30 subuh (tidak makan dan minum apapun, termasuk air putih) dan bangun lebih awal untuk persiapan operasi (disuruh bangun jam 5 subuh). Jujur saja, malam tersebut saya tidak nyenyak tidurnya karena kepikiran tentang operasi besok. Begitu pun pak suami.

27 November 2020

Saya bangun jam 4.30 subuh untuk mandi keramas dan mengeringkan rambut. Tentunya hair dryer bawa sendiri dari rumah ya. Hehe. Kenapa harus mandi keramas? Karena habis lahiran saya tidak akan mandi lagi demi menjaga luka operasinya tetap kering.

Perawat masuk ke kamar saya tepat jam 5 subuh untuk melakukan persiapan operasi. Persiapan operasi yang dilakukan adalah:
– Mencukur bulu kemaluan
– Membersihkan isi perut dengan memasukkan obat pelunak feses ke dalam anus
– Memasang selang infus
– Tes alergi obat dengan menyuntikan sedikit cairan obat ke permukaan kulit (kalau ada riwayat alergi sebelumnya)
– Memeriksa tekanan darah Ibu dan denyut jantung janin

Sekitar jam 7.15 pagi, saya ganti baju dengan pakaian khusus untuk operasi dan dibawa ke ruangan operasi di lantai 3. Di ruangan operasi sudah ada tim dokter dan perawat yang standby karena operasi saya dijadwalkan jam 7.30 pagi. Saat itu ada perawat yang tanya, apakah saya memilih jam dan hari lahiran karena fengshui-nya lagi baik di hari itu? Saya jawab tidak, karena saya dan suami tidak terlalu percaya masalah tentang hari baik begitu. Hehe.

Di ruangan operasi, saya disuruh duduk memeluk bantal dengan posisi membungkuk seperti udang. Seluruh permukaan punggung saya disemprot dengan antiseptik terlebih dahulu sebelum dokter anestesi (dr. Irdhon Husni, Sp.An) menyuntikkan obat bius ke rongga tulang punggung saya. Untuk saya yang level pain tolerance-nya medium, saya merasa suntikan anestesi spinal tersebut tidak semengerikan yang saya bayangkan. Rasanya seperti saat diambil darah di lengan saat periksa laboratorium saja, tapi sedikit lebih sakit. Dalam hitungan menit, saya merasa tubuh bagian bawah saya mati rasa. Dokter anestesi mengatakan bahwa saya tidak akan merasakan sakit apapun ketika operasi berlangsung, hanya akan merasakan tubuh saya sedikit tergoncang.

Suasana di ruang operasi

Sesaat sebelum operasi dimulai, bagian dada saya dipasangi tirai sehingga saya tidak bisa melihat proses perut saya dibuka. Sebenarnya kalau mau lihat, sih, bisa saja lewat pantulan gambar di lampu operasi. Tapi, saking tegangnya saya tidak mau lihat apapun dan memilih memejamkan mata. Hahaha. Sebelum operasi, bagian perut saya disemprotkan cairan antiseptik dalam jumlah yang banyak. Saya tidak merasakan apapun ketika operasi berlangsung kecuali sedikit goncangan / gerakan di perut. Pak suami juga setia mendampingi saya saat operasi berlangsung, jadi saya merasa sedikit lebih tenang. Tidak sampai 10 menit rasanya saya sudah mendengar suara tangis anak saya yang nyaring dan lantang. Dokter kandungan yang mengoperasi saya (dr. M. Dezarino, Sp.OG, M.Kes) kemudian mengangkat anak saya ke atas tirai operasi sehingga saya bisa melihat bentukan anak saya yang masih ada noda-noda darahnya. Saya lega anak saya bisa lahir sehat dan selamat ke dunia ini.

Foto keluarga pertama di ruang operasi

Setelah anak saya dilap dan dibungkus, dokter anestesi mendekatkan anak saya ke saya yang masih terbaring di meja operasi karena perutnya lagi dijahit. Setelah dijahit, perut saya dipasangi gurita kain oleh perawat. Dokter anestesi membantu mengambilkan foto saya dan suami dengan anak saya yang baru lahir, kemudian anak saya diserah terimakan ke dokter anak (dr. Meidy Daniel Posumah, Sp.A) untuk diperiksa lebih lanjut. Selesai operasi, saya dipindahkan ke ruang recovery untuk dipantau lebih lanjut. Saya disuruh istirahat di ruang recovery selama 30 menit. Pak suami sibuk bolak-balik ke kamar bayi dan ruang recovery. Dokter anak menyatakan kondisi anak saya baik dan sehat. Anak bayi lahir dengan berat 3,85 kg dan panjang 50 cm. Setelah dipastikan bahwa kondisi saya baik, saya dibawa kembali ke kamar rawat inap lagi. Menyusul anak bayi masuk ke kamar saya karena di RSIA Frisdhy Angel berlaku rawat bersama Ibu dan bayi (selama keduanya dalam kondisi sehat).

Ruang Recovery

Di kamar rawat inap, saya masih harus bed rest, tidak bisa beranjak dari ranjang. Untuk buang air pun harus di popok dan kateter. Awalnya saya belum merasakan sakit apa-apa karena masih ada pengaruh obat bius, tapi setelah obat biusnya habis dan hanya mengandalkan obat anti nyeri saja, perut saya mulai berasa sakit dan perih seperti teriris-iris. Bergerak pun juga sakit. Saya hanya bisa memandangi anak bayi dari atas ranjang. Pak suami yang take over masalah anak bayi supaya saya bisa istirahat. Saya disuruh belajar untuk menggerakkan badan miring ke kiri dan kanan oleh perawat. Kalau sudah bisa miring kiri dan kanan baru belajar menyusui anak bayi dengan posisi baring miring di ranjang.

Anak Bayi

Drama bayi newborn dimulai sejak anak bayi gabung di kamar saya. Jujur saja, saya dan suami sangat minim pengetahuannya tentang mengurus anak bayi, mulai dari memasang bedong, mengganti popok, menyusui, dan lain-lain. Jadi kami berdua sangat bergantung pada suster untuk membantu kami. Apalagi saya belum bisa turun dari ranjang. Pak suami pun kewalahan. Belum pula anak bayi yang sering menangis saat malam hari sehingga kami berdua tidak karuan tidurnya.

ASI saya belum keluar karena saya stress, kurang tidur dan juga anak bayi tidak mau menyusu di puting. Anak bayi tidur terus kecuali saat popoknya penuh atau lagi gelisah. Walau sudah berusaha dibangunkan untuk belajar menyusu, tapi dia tetap tidur saja.

28 November 2020

ASI tetap belum keluar dan saya tambah panik karena anak bayi belum ada masuk cairan apapun sejak dia lahir. Dokter dan perawat mengatakan bahwa itu hal yang wajar dan sebenarnya anak bayi masih punya cadangan lemak untuk kehidupan awalnya jadi aman saja walaupun belum ada cairan yang masuk. Ditambah lagi, hasil tes gula darah anak bayi juga dalam kondisi bagus jadi belum ada tanda-tanda dehidrasi atau apapun. Hari ke-2 ini anak bayi tetap menolak menyusu di puting dan lebih memilih tidur saja.

Dikarenakan takut dehidrasi dan jadi kuning, saya dan suami sepakat untuk mulai memberikan susu formula (sufor) kepada anak bayi di hari ini. Saya menggunakan sufor yang diberikan oleh teman saya, sufor untuk anak alergi, Nestle Nan Pro 1. Dikarenakan saya tidak tahu anak saya ada alergi atau tidak, jadi saya merasa lebih aman untuk memulainya dengan susu yang diformulasikan untuk anak yang rentan alergi. Tapi, drama babak baru dimulai, anak bayi juga tidak mau minum sufor (baik melalui media sendok ataupun botol) dan memilih tidur. Kalaupun ada susu yang berhasil masuk pun berujung dengan muntah / gumoh. Pada tahap ini saya jadi stress akut.

Gendong anak bayi

Hari ini, saya disuruh mulai belajar duduk dan jalan ke toilet oleh perawat. Sungguh sakitnya luar biasa, apalagi saat jalan. Tapi, saya memaksakan diri supaya bisa mulai menggendong anak bayi. Dari dia lahir saya belum ada peluk dan gendong sama sekali. Saat malam hari, saya inisiatif untuk pumping ASI sendiri karena anak bayi belum mau menyusu. Tentu saja hasilnya masih kosong, tapi saya belum mau menyerah.

29 November 2020

Hari ini jadwal check out dari rumah sakit. Sebelum check out, saya harus menunggu visit dokter anak dan dokter kandungan terlebih dahulu. Dokter kandungan menyatakan kondisi saya sehat dan bisa pulang ke rumah. Untuk anak bayi, dokter anak mengatakan bahwa anak saya agak kuning karena kurang cairan tapi masih dalam tahap wajar sehingga boleh pulang ke rumah. Disarankan agar rutin menjemur anak bayi saat pagi hari supaya sakit kuningnya berkurang serta banyak minum ASI.

Saat itulah, saya merasa sedih sekali. Seakan-akan saya tidak berguna jadi Ibu karena tidak bisa memberikan ASI untuk anak saya sampai anak saya jadi sakit kuning. Apalagi dokter anak terus-terusan mengatakan ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Saya nangis-nangis sampai mata bengkak karena anak bayi tidak mau menyusu apapun. Sepertinya saat itu saya mengalami yang disebut sindrom baby blues. Salah satu penyebabnya adalah karena pengaruh hormonal juga.

Setelah selesai mengurus administrasi rumah sakit dan melakukan pembayaran, saya dan anak bayi sudah boleh pulang ke rumah. Total biaya operasi, obat dan rawat inap di kamar VIP selama 4 hari 3 malam adalah sekitar Rp. 24 Juta. Dapat bonus dari rumah sakit berupa foto bayi.

Sedikit review saya tentang lahiran di RSIA Frisdhy Angel Batam:

Pro:
– Pro ASI dan lahiran pervaginam (normal)
– Boleh didampingi suami saat lahiran
– Biaya cukup terjangkau, ada berbagai pilihan tipe kamar sesuai kemampuan ekonomi masing-masing
– Rawat gabung dengan anak bayi
– Kamar bersih
– Susternya baik dan cekatan

Con:
– Jumlah kamar dan ruang operasi terbatas jadi sebaiknya reservasi dulu
– Tidak bisa request rawat pisah dengan bayi dulu di hari pertama supaya Ibu bisa istirahat setelah operasi
– Makanan rumah sakitnya tidak pro ASI (sedikit sayur dan kacang-kacangan, tidak ada susu)
– Tidak ada dispenser dalam kamar
– Tidak ada sterilizer dalam kamar
– Bagi pendamping pasien, tidak dikasih pinjam bantal dan selimut untuk tidur
– Kurang mengedukasi pasien (new parents) yang masih suka bingung mengurus bayi
– Lahan parkir rumah sakit kecil

Sekian dulu ceritanya, next post saya akan cerita tentang post natal. Mudahan bisa curi-curi waktu lagi untuk menulis blog saat anak bayi lagi tidur.

2 pemikiran pada “Pregnancy # 2: Birth Story

  1. Congrats yah sis, saya baca blognya karena lagi mulai Promil dan mendapatkan banyak banget informasi dari blog ini.
    So Happy begitu tau setelah perjuangan super panjang untuk dapet baby, akhirnya bisa hamil normal.
    Sehat sehat untuk kalian sekeluarga, GBU

    Suka

Tinggalkan komentar