Saya baru mulai belajar masak dan baking itu setelah saya menikah dan harus pindah ke Sorowako ikut pak suami. Karena saya tidak bekerja kantoran lagi setelah menikah, saya punya banyak waktu untuk explore berbagai resep-resep di dapur. Kebetulan saat itu di Sorowako, perusahaan tempat pak suami bekerja, memfasilitasi setiap keluarga karyawannya dengan rumah dinas yang super lengkap, termasuk kompor dan oven yang bagus. Tentunya butuh banyak trial dan error yang telah saya lalui sampai saya menemukan resep yang sesuai.
Ketika pindah ke Tangerang di akhir tahun tahun 2014 karena pak suami pindah kerja, adik saya memberanikan diri saya untuk mulai usaha jualan kue karena di rumah Tangerang saya punya oven juga (tipe freestanding cooker). Adik saya yang kerja di kantoran membantu mempromosikan kue saya dengan cara bagi-bagi tester kue. Begitu pun pak suami. Dari situlah akhirnya mulai masuk pesanan-pesanan kue dan resmi berdiri Liz Kitchen. Promosi Liz Kitchen kebanyakan hanya dari mulut ke mulut saja.
Selama menjalani Liz Kitchen 2 tahun, banyak kenangan yang terjadi. Terutama menjelang hari Lebaran dimana order lagi banyak-banyaknya dan saya harus lembur kerja mengejar produksi kue supaya bisa selesai tepat waktu. Badan dan punggung rasanya encok-encok karena saya harus handle semuanya tanpa asisten (siapkan bahan-bahan, adonan kue, panggang, packing, pengiriman). Tapi semua kerepotan itu jadi sirna ketika sudah terima uang dari pelanggan dan terutama saat pelanggan menyukai hasil kue saya.
Saya memasarkan produk kue saya pertama kalinya justru kepada orang-orang yang saya tidak kenal (relasi kantor adik dan suami saya), kemudian menyusul ke teman-teman saya. Saya memilih untuk tidak memasarkan produk kue saya ke keluarga dengan alasan saya butuh review jujur dari pelanggan. Biasanya kalau orang yang sudah kenal atau memiliki hubungan keluarga dengan kita, mereka cenderung tidak memberikan honest review karena rasa sungkan kepada kita. Hal itulah yang saya hindari. Selain itu saya ingin Liz Kitchen besar karena usaha saya sendiri, bukan karena sokongan keluarga. Maklum lah saya ini anak rantau, jadi memang terbiasa mandiri. Hehe.
Tahun ke-3 dan seterusnya, jujur saja saya kurang concern di Liz Kitchen karena saya menjalani program hamil sana-sini yang menyita waktu dan tenaga saya. Beberapa kali saya harus menolak orderan yang masuk karena saat itu saya harus bed rest di rumah (2 weeks wait proses IVF). Setelah IVF ke-3 gagal, saya tidak berencana melanjutkan program hamil apapun dan pasrah dengan ketentuan Tuhan saja. Tidak disangka-sangka, saya bisa hamil natural walaupun berujung dengan early embryonic loss karena janinnya berhenti detak jantungnya, tidak bertumbuh lagi setelah usia kehamilan 7 weeks dan berakhir dengan kuretase. Jadi pada periode ini saya benar-benar hanya fokus pada urusan pribadi saja. Tidak sempat lagi mengurus Liz Kitchen sampai akhirnya pindahan ke Batam.
Di Batam sekarang ini, kehidupan saya lebih sederhana. Saya hanya sewa 2 bed room apartment dengan fasilitas dapur seadanya. Boro-boro ada oven, kompor saja cuma ada kompor single burner. Hahaha. Jadi bagaimana mungkin saya bisa meneruskan Liz Kitchen disini? Mungkin dengan demikian Liz Kitchen harus permanently closed dulu sampai nanti saya balik ke rumah di Tangerang lagi. Sekarang saya harus fokus support suami di kerjaan barunya. Entah akan sampai berapa lama stay di Batam.
Kepada para pelanggan Liz Kitchen, terima kasih sudah percaya dan memberikan kesempatan kepada saya. Semoga hubungan baik kita bisa tetap berlanjut. Sampai ketemu di lain kesempatan ya.