Saya punya hobby menulis walaupun memang suka tidak konsisten menjalankannya. Contoh nyata ya di blog ini. Kadang kalau saya lagi rajin, dalam satu hari bisa muncul beberapa post. Tapi kalau lagi “hilang” bisa satu bulan baru ada post berikutnya, hahaha.
Dari menulis blog ini, saya dapat banyak kenalan baru. Para pembaca yang comment di tulisan saya atau bahkan orang yang contact / chat saya langsung untuk bertanya mengenai tulisan saya. Walaupun kami belum bertemu secara langsung tapi saya senang bisa berinteraksi dengan kenalan baru. Tentunya selama orang tersebut tetap bersikap sopan dan tidak mengganggu. Kategori mengganggu ini adalah ketika orang tersebut contact saya pada jam-jam yang tidak wajar, misal tengah malam. Sudah pasti tidak akan saya tanggapi. Untuk kenalan baru, saya lebih senang contact pertama kali dilakukan via chat dibanding telepon. Saya tidak akan mengangkat telepon dari nomor tidak dikenal. Maklumlah, tinggal di ibukota Jakarta yang rawan kriminalitas membuat kita paranoid.
Di akhir tahun 2017 kemarin, kebetulan saya di-contact oleh sebuah lembaga survey, market research. Katanya mereka membaca blog saya dan tertarik menjadikan saya narasumber untuk sebuah survey yang mereka lakukan tentang IVF atau bayi tabung. Mereka melakukan survey kepada beberapa narasumber dengan 3 kategori, yaitu: sukses IVF, gagal IVF, dan sedang menjalankan IVF. Tentunya saya masuk dikategori gagal IVF karena percobaan IVF saya tidak berhasil di Desember 2016 (silakan lihat post saya sebelumnya). Hal ini menjadi suatu langkah besar buat saya bahwa blog saya semakin dikenal orang dan yang paling penting adalah bisa berguna bagi sebagian orang. Untuk alasan kerahasiaan, pada tulisan ini saya tidak akan menyebutkan nama lembaga survey-nya apa dan nama orang yang contact saya. Kita sebut saja PT. X dan Mba Y.
Pada awalnya Mba Y menawarkan diri untuk datang ke rumah saya untuk melakukan wawancara tapi saya tolak. Alasannya adalah saya tidak mau menerima orang asing masuk ke dalam rumah saya. Pikiran saya sudah negatif saja saat itu. Tapi kemudian Mba Y menawarkan opsi lain yaitu saya datang ke kantor mereka yang berlokasi di daerah Kuningan, Jakarta, pada tanggal 8 Januari 2018. Saya langsung menyetujui-nya.
Pada hari H, saya datang ke kantor PT. X tepat pk. 12.00 sesuai dengan janji temu kami. Setelah menikmati lunch yang disediakan oleh PT. X, wawancara pun dimulai. Dalam kategori gagal IVF, ada 4 orang narasumber termasuk saya. Wawancara dilakukan dengan group discussion oleh seorang moderator dengan alat rekam suara. Tentunya rekaman ini adalah confidential dan PT. X tidak akan menyebarkan hasil rekaman tersebut kepada publik (diluar client mereka) sesuai dengan surat perjanjian yang kami berdua tandatangani.
Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan oleh sang moderator bisa saya jawab dengan baik. Intinya sih lebih banyak sharing saja tentang pengalaman IVF kemarin. Tiga orang narasumber lainnya juga ikut berpartisipasi aktif dalam diskusi tersebut. Cerita mereka berbeda-beda, ada yang mengatakan IVF-nya sudah berhasil tapi kemudian 2 minggu kemudian janinnya gugur, ada juga yang mengatakan gagal IVF tapi tidak jelas sebab-nya dan dokter pun tidak bisa memberikan alasan yang jelas. Saya benar-benar merasa mendapatkan teman senasib. Bahkan ada salah satu narasumber yang menangis saat menceritakan tentang kegugurannya.
Diskusi berlangsung 3 jam dan sebelum bubar kami mendapatkan fee sebagai ucapan terima kasih PT. X untuk partisipasi kami. Jumlah fee ini menurut saya jumlahnya lumayan untuk sekedar sharing pengalaman saja. Saya bersyukur dengan apa yang saya dapatkan. Dari sekedar tulisan di blog, saya bisa dapat penghasilan langsung, for the first time. Saya happy sekali saat itu. Pada akhir sesi, saya tidak lupa meminta contact para narasumber yang lain di grup saya sebagai orang-orang yang saya anggap sebagai teman seperjuangan.
Alangkah kagetnya saya ketika di lift sebelum pulang salah satu narasumber itu buka suara bahwa mereka hanya berpura-pura dan sebetulnya mereka belum pernah merasakan IVF sama sekali. Mereka tahu tentang survey ini dari agency dan mereka hanya mengincar fee-nya saja. Saya sangat shock saat itu. Betapa teganya mereka berpura-pura sudah mengalami perjuangan untuk memiliki anak sampai kepada level IVF. Bahkan salah satu dari mereka bisa bercerita sampai berderai air mata. Luar biasa. Saat itu, saya hanya berharap cerita perjuangan hidup saya untuk bisa memiliki keturunan tidak perlu mereka alami di kemudian hari. Mereka tidak tahu betapa besar effort kami para pejuang TTC (Try To Conceive) untuk bisa mendapatkan keturunan.
Saya selama hidup dan bekerja di Jakarta selama 7 tahun (sebelum menikah) tidak pernah bertemu dengan tipikal orang seperti itu. Semua rekan yang bekerja dengan saya jujur dan taat peraturan. Saya merasa telah jadi orang yang bodoh karena tertipu dengan penampilan mereka. Mungkin kehidupan di ibukota ini sudah sedemikian susahnya sampai ada orang-orang yang rela berbohong demi mendapatkan penghasilan yang tidak seberapa bila dibandingkan dengan dosa yang harus mereka tanggung.
Semoga saja orang-orang tersebut bisa disadarkan. Tidak ada sebuah cerita perjuangan TTC yang bisa dijadikan lelucon dan bahan kebohongan. Tolong hargai perjuangan dan pengorbanan kami yang penuh dengan darah dan air mata ini.