Throwback: Suka Duka Hidup Di Remote Area (Sorowako)

Hello, I’m back!! Hehe…

Hari ini saya akan membahas mengenai suka duka hidup di remote area based on my true story, my own experience when I live in Sorowako for about 2,5 years to accompany my husband who work as process engineer at mining company (PT. Vale Indonesia). Cerita mengenai sekilas kehidupan di Sorowako sudah pernah saya post juga sebelumnya.

Remote area adalah suatu daerah yang terpencil dan jauh dari pusat kota. Dikarenakan jauh dari pusat kota maka remote area biasanya masih hijau dan asri, banyak hutan dan pepohonan serta less polution. Suami saya mengawali karirnya dengan bekerja di salah satu site perusahaan pertambangan nickel yang terletak di Desa Sorowako, Sulawesi Selatan. Kota besar terdekat dari Sorowako adalah Makassar sebagai Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan. Jarak tempuh Makassar ke Sorowako adalah 12 jam via darat (sekitar 600 km) dan 1 jam via udara.

Setelah 5 tahun bekerja sebagai process engineer di site tambang tersebut, suami (saat itu statusnya masih pacar atau calon suami, hehe) mengajak saya menikah. Saat itu saya masih bekerja sebagai karyawan di perusahaan distributor farmasi di Bintaro. Karir saya sendiri cukup oke saat itu sehingga saya cukup galau menghadapi pilihan ini. Sebagai wanita karir yang hidup di kota saya memiliki banyak pilihan hiburan saat akhir pekan, entah itu main ke mall, hang out sama teman, nongkrong di cafe favorit, treatment ke salon, dll. Semua opsi hiburan tersebut pastinya tidak bisa didapatkan kalau saya hidup di remote area.

Sebelum hari pernikahan, (calon) suami saya mengajak saya untuk site visit ke Sorowako untuk melihat langsung kehidupan disana. Dan ternyata memang kehidupan di remote area itu sepi sekali dibanding hiruk pikuk di kota. Untuk sekedar liburan sebentar sih asyik tapi kalau untuk tinggal dalam waktu lama? Kayaknya sih membosankan menurut saya. Site visit ini memang ujian bagi para calon istri pekerja tambang. Bahkan katanya banyak juga yang batal menikah karena calon istri “mundur” setelah melihat kondisi kehidupan di remote area.

Suami tidak menuntut saya untuk mengakhiri karir saya di kota dan ikut tinggal di Sorowako bersamanya setelah menikah. Akan tetapi saya merasa saya belum sepenuhnya jadi istri kalau masih hidup jauh-jauhan dari suami. Apa bedanya dengan pacaran LDR (Long Distance Relationship) selama ini dong? Hehe. Lagipula ini adalah salah satu bentuk pelaksanaan janji pernikahan: “to have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, until death do us part.” Jadi memang sudah seharusnya suami istri itu menjalani suka dan duka bersama, bukan hanya mau suka-nya saja. Akhirnya saya mantap resign dan mengikuti suami tinggal di Sorowako.

Oh iya, kalau ada yang nanya, kenapa harus istri yang resign dan ikut suami? Bukan sebaliknya, kan sudah jaman emansipasi dimana istri dan suami punya hak yang sama. Berikut alasannya:

  1. Dalam pernikahan memang harus ada pihak yang mengalah untuk ke arah kebaikan bersama.
  2. Saat itu penghasilan suami saya lebih besar daripada saya. Jadi memang pilihan untuk resign lebih cocok untuk saya.
  3. Dengan pekerjaan suami dan pengalaman kerjanya selama ini, job opportunity-nya memang lebih banyak untuk penempatan di site. Agak susah untuk dapat pekerjaan kantoran di kota. Jadi memang saat itu tidak ada pilihan lain untuk hidup di remote area.

Berikut adalah beberapa fakta tentang kehidupan di Sorowako berdasarkan pengalaman saya:

  • Di atas jam 8 malam jalanan sudah sepi. Bahkan gerbang ke perumahan karyawan juga sudah ditutup mulai dari jam 9 malam. Tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan saat malam hari. Saking sepinya, setiap malam selalu terdengar bunyi jangkrik lho. Hal yang sudah jarang sekali terdengar di kota.
  • Udaranya masih segar dan juga adem. Hal ini dikarenakan Sorowako terletak di dataran tinggi dan masih banyak hutan disekitarnya.
  • Tidak ada mall dan supermarket. Bahkan Indomaret dan Alfamart juga belum masuk ke Sorowako. Kalau mau belanja harus ke pasar tradisional, toko kelontong dan swalayan kecil. Pasar tradisional dibagi 2 yaitu pasar Sorowako (pasar basah) dan pasar F (pasar kering). Toko kelontong favorit saya karena lumayan lengkap barangnya adalah toko Syinta. Untuk toko swalayan satu-satunya ada di komplek perumahan karyawan PT. Vale Indonesia yang bernama Toko Baru. Mulai dari buah-buahan, daging / ikan import dan bahan masakan import dijual di Toko Baru. Bahkan kita bisa sistem PO ke Toko Baru untuk item non reguler yang dijual. Biasa titipan barang kita itu akan dibelikan saat mereka belanja atau re-stock ke kota.
  • Harga air galon kemasan mahal sekali di Sorowako. Kalau misalnya harga Aqua galon di Kota adalah sekitar Rp. 16.000 per galon maka di Sorowako harganya bisa menjadi Rp. 34.000 – 37.000 per galon! Hal ini wajar sih karena lokasi Sorowako yang jauh sehingga ongkos kirimnya mahal.
  • Tidak ada bioskop. Oleh karena itu saat tinggal di Sorowako wajib langganan TV cable, DVD player atau TV LED yang bisa memutar film dari hard disk eksternal.
  • Tempat rekreasi keluarga satu-satunya adalah Danau Matano. Di danau ini kita bisa berenang, main kayak, diving (tapi pemandangannya biasa saja, lebih bagus diving di laut) dan piknik di sekitar danau.
  • Pilihan tempat makan sedikit dan tidak banyak pilihan menu. Bahkan KFC saja tidak masuk ke Sorowako. KFC terdekat ada di Kota Palopo yang berjarak 4 jam dari Sorowako. Intinya di Sorowako mau tidak mau kita harus bisa memasak, paling tidak untuk memenuhi rasa kangen kita dengan makanan di kota. Kebetulan di perumahan karyawan PT. Vale Indonesia difasilitasi dengan perlengkapan dapur yang oke jadi kita bisa belajar masak disana.
  • Di Sorowako tidak ada daging ayam segar walaupun beli di pasar. Biasanya ayam yang ada sudah berupa ayam beku. Ayam kampung pun susah sekali di dapat. Harus pesan dulu sebelumnya. Begitu pun dengan daging sapi juga harus pesan dulu sebelumnya jadi begitu pemotongan sapi kita langsung dapat jatah. Daging sapi di Sorowako segar-segar dan menurut saya kualitasnya bagus karena sapi-sapinya hanya makan rumput segar di alam terbuka. Daging babi segar agak susak didapat karena tidak tersedia di pasar, kita harus pesan khusus ke agen (biasanya orang Toraja). Karena susah didapat saya sangat jarang sekali makan / masak daging babi sewaktu di Sorowako. Hasil laut di Sorowako cukup murah harganya. Ikan Kerapu yang terbilang mahal di kota menjadi ikan rakyat di Sorowako. Ikan Kerapu di Sorowako biasa disebut ikan Sunu.
  • Tiap rumah karyawan PT. Vale Indonesia dilengkapi dengan halaman yang luas. Halaman yang luas ini cocok untuk menyalurkan hobi berkebun dan bercocok tanam. Kalau malas berkebun seperti saya, banyak juga tukang kebun yang bisa dipekerjakan. Sebutan untuk tukang kebun di Sorowako adalah Camp Boy.
  • Jumlah expatriat (“bule” yang bekerja di PT. Vale Indonesia) lumayan banyak di Sorowako. Tidak jarang juga mereka membawa serta keluarganya untuk tinggal di Sorowako.
  • Jumlah sekolah di Sorowako terbatas padahal peminatnya banyak sehingga seleksi berdasarkan usia pun ketat sekali. Tidak jarang ibu-ibu sudah mendaftarkan anaknya sekolah jauh-jauh hari sebelum waktunya penerimaan sekolah.
  • Sekolah yang ada di Sorowako beragam dari jenjang playgroup sampai dengan D3 (Akademi Teknik Sorowako). Akan tetapi banyak juga ibu-ibu yang memboyong anaknya sekolah ke kota mulai dari jenjang SMA dengan tujuan untuk mendapatkan standar pendidikan yang lebih baik.
  • Karena Sorowako adalah sebuah desa kecil maka kekeluargaannya sangat terasa dan kadang malah terkesan kepo. Beda dengan kultur orang kota yang lebih cuek. Banyak ajang arisan dengan tema kekeluargaan disini yang tidak hanya melibatkan perkumpulan ibu-ibu tetapi juga membawa serta bapak-bapak dan anaknya.
  • Olahraga favorit di Sorowako adalah lari dan renang. Tersedia jogging track di sepanjang jalur utama Sorowako. Aktivitas renang dilakukan di Danau Matano. Untuk gym dan fitness hanya ada 1 lokasi di perumahan karyawan PT. Vale Indonesia dengan peralatan yang terbatas. Perkumpulan senam ibu-ibu diselenggarakan pada hari tertentu.
  • Tidak ada Vihara / Wihara di Sorowako. Tempat ibadah hanya ada Masjid, Gereja Katolik, Gereja Kristen dan Pura Hindu. Vihara terdekat ada di Makassar. Terbayang kan dulu perjuangan saya dan suami untuk ibadah ke Vihara di Makassar dengan menempuh 12 jam perjalanan bus? Hahaha. Makanya kami hanya ke vihara kalau ada hari raya Buddhis saja.
  • Hotel untuk umum di Sorowako hanya ada 3, itupun sekedar hotel bintang 3 saja. Hotel tersebut adalah Hotel Transisco, Lusiana dan Grand Mulia.
  • Rumah untuk karyawan PT. Vale Indonesia terbagi berdasarkan status karyawannya. Untuk karyawan single ditempatkan di Atco dan Dormitory. Untuk karyawan yang sudah berumah tangga ditempatkan di Apartemen, Old Camp, Pontada dan Salonsa. Khusus Salonsa diperuntukkan untuk karyawan dengan level tinggi alias bos atau expat. Tidak jarang untuk mendapatkan rumah di Pontada atau Salonsa kita harus menunggu tersedianya rumah kosong dan dilakukan pegundian untuk lokasi rumah yang ada. Tipe perumahan karyawan disana adalah berupa rumah panggung kayu. Perabotan utama seperti sofa, meja, kursi, AC, tempat tidur, kompor, lemari, dan kaca sudah difasilitasi perusahaan, kita tinggal melengkapi perabotan kecil-kecil saja untuk tambahan.
  • Bagi karyawan yang akan pindah ke rumah harus berbelanja perlengkapan rumah ke Makassar. Toko favorit untuk berbelanja perlengkapan rumah di Makassar adalah Alaska. Toko Alaska ini lengkap sekali barangnya dari mulai perlengkapan rumah tangga sampai dengan elekronik, harganya juga lumayan bersaing. Kita juga bisa minta Alaska untuk mengirimkan paket belanjaan kita ke Sorowako dengan ongkos tertentu.
  • Listrik, air dan perawatan rumah dinas di perumahan karyawan PT. Vale Indonesia gratis.
  • Transportasi favorit untuk dari dan ke Sorowako adalah pesawat. Akan tetapi kuota pesawat ini terbatas (karena pesawatnya hanya pesawat kecil dengan kapasitas 40 orang). Jadwal penerbangan juga tidak terlalu banyak. Terkadang kita harus memesan tiket pesawat jauh-jauh hari terutama saat musim liburan atau lebaran. Pesawat Sorowako hanya memiliki 1 destinasi yaitu Makassar. Dari Makassar baru kita bisa naik penerbangan komersial untuk berbagai destinasi. Kalau kita tidak dapat jatah pesawat, dengan terpaksa kita harus naik bus untuk dari dan ke Makassar. Perjalanan bus ditempuh selama 12 jam dengan kondisi jalanan yang baik. Bus ini juga nyaman dengan reclining seat yang empuk. Harga tiket bus tentunya lebih murah daripada tiket pesawat.
  • Walaupun Sorowako dikategorikan sebagai desa, jangan membayangkan jalanan di Sorowako sebagai jalanan tanah merah ya. Semua jalan di Sorowako adalah jalan aspal (kecuali di area pabrik tentunya). Jalanan ini juga bebas macet.
  • Jarak tempuh perumahan karyawan dengan pabrik Pt. Vale Indonesia hanya sekitar 15 menit dengan kendaraan. Jadi selama di Sorowako, suami saya rutin pulang ke rumah untuk makan siang. Hal yang sangat ajaib kalau diterapkan di kota, hahaha.
  • Fasilitas kesehatan di Sorowako lumayan lengkap dari mulai posyandu, puskesmas dan rumah sakit. Untuk rumah sakit hanya ada 1, melayani karyawan PT. Vale Indonesia dan juga umum. Akan tetapi dokter spesialis disana sangat terbatas sekali. Rumah sakit mendatangkan dokter spesialis dari kota (umumnya dari Makassar) dengan jadwal tertentu dan kita harus bikin janji sebelumnya untuk konsul dokter.
  • Jauh sebelum ojek online populer di kota besar, Sorowako sudah punya layanan ojek seperti ini walaupun tanpa aplikasi di handphone. Kita cukup punya nomor hp ojek langganan kita. Ojek ini bisa kita minta tolong untuk belanja ke pasar / toko kelontong, beli makanan dan tentunya antar jemput kita ke tempat tujuan. Tarifnya juga tidak mahal karena jarak tempuh di Sorowako dekat-dekat.
  • Seperti halnya orang Sulawesi Selatan lainnya, Sorowako juga memiliki bahasa dan logat khusus. Mirip dengan bahasa Bugis. Banyak menggunakan akhiran “ji”, “mi” dan “ki”. Sampai sekarang pun saya masih bingung menggunakan akhiran tersebut, hahaha. Bagi yang pertama kali berkunjung ke Sulawesi pasti agak kaget dengan logat yang seperti orang marah-marah, tapi sebetulnya mereka tidak marah lho ya. Malah orang disana baik-baik. Memang logat bahasanya saja begitu.
  • Saat seseorang resign dari Sorowako dan pindah ke kota, biasanya mereka akan mengadakan garage sale untuk barang-barang mereka yang tidak akan dibawa ke kota. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk mendapatkan barang bagus dengan harga murah.
  • Walaupun era berbelanja online sedang trend, kita harus berpikir dua kali untuk belanja online, apalagi kalau seller-nya berada di pulau Jawa. Kemungkinan harga ongkos kirimnya bisa melebihi harga barang yang kita beli, hahaha.
  • Jumlah bank terbatas di Sorowako. Hanya ada bank Mandiri, BRI dan BNI. Jangan pula berharap ada layanan weekend banking ya.
  • Hanya ada 1 SPBU di Sorowako. Jadi setiap weekend saat mau isi bensin, antriannya panjang sekali.

Itulah beberapa fakta mengenai kehidupan di Sorowako yang saya alami dulu, sekitar tahun 2012-2014. Mungkin ada beberapa hal yang sudah berubah seiring dengan perkembangan Sorowako. Siapa tahu diantara pembaca disini ada yang mau menambahkan? Please feel free to comment 🙂

Next, masih dalam rangka throwback, saya akan bahas kuliner favorit saya dan suami di Sorowako dan kota Makassar.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s