Melanjutkan Kuliah S2 Sambil Kerja

Untuk kalian yang mengikuti cerita blog saya, pasti tahu kalau suami saya sempat mengikuti seleksi beasiswa LPDP untuk program Master / Pasca Sarjana sampai tahap interview akhir dan kemudian gagal. Saat itu dia sedih sekali dan jadi malas untuk mencoba kesempatan (yang diberikan pihak LPDP) untuk apply lagi. Dia merasa sudah memberikan effort maksimal tapi entah kenapa gagal di interview akhir. Padahal saat itu dia merasa respon para interviewer tampak baik dan dia cukup percaya diri dengan hasilnya. Agak tidak jelas sih kesalahannya apa karena kita tidak pernah diberitahu gagal di poin apa saja.

Singkat cerita, pak suami sudah mulai move on dari kegagalan LPDP. Kami memutuskan untuk fokus ke program IVF yang kami jalani saat itu. Ternyata program IVF pun gagal. Dokter menyarankan untuk saya mengulang IVF lagi tapi saya merasa sudah lelah dan malas dengan segala keribetan dan penderitaannya. Belum lagi biaya IVF yang luar biasa mahal dengan hasil yang tak pasti. Saya memutuskan untuk cuti sementara dari yang namanya program hamil apapun. Ketika suami dapat rejeki lebih, dia pun menanyakan kembali ke saya, apakah saya mau coba IVF lagi? And I said no. It is his time to chasing his dream. Saya tahu bahwa dia memiliki passion yang besar untuk bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat S2 dan saya sebagai istri sudah semestinya mendukung dia untuk bisa mengejar keinginannya. Saya menyuruh dia untuk mulai menentukan pilihan universitas dan program studi yang dia minati hanya saja kali ini kita akan menggunakan biaya pribadi, tidak mengandalkan beasiswa. Dari hasil perhitungan kami, sepertinya hal tersebut memungkinkan kalau suami kuliah sambil tetap bekerja.

Setelah diskusi bersama, akhirnya pak suami memutuskan untuk mengambil program studi Magister Manajemen (MM) atau Master of Business Administration (MBA). Pilihan tersebut jauh berbeda dengan pilihan program studi saat apply beasiswa LPDP, yaitu Energi Terbarukan (lebih ke jurusan Teknik). Keputusan memilih MM atau MBA tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut:

  1. Kalau mau kuliah sambil kerja, pilihannya hanya ikut kelas weekdays (malam) atau kelas weekend, supaya tidak mengganggu kerjaan di kantor. Dari hasil penelusuran sejauh ini, hanya program studi manajemen yang menyediakan pilihan tersebut. Untuk program studi teknik biasanya hanya ada kelas reguler dan tidak bisa dilakukan sambil kerja. Lain halnya kalau perusahaan kalian mengadakan in house program dimana perusahaan bekerjasama dengan pihak universitas, mengundang dosen untuk memberikan perkuliahan (sesuai kurikulum yang berlaku) pada karyawannya di kantor diluar jam kerja.
  2. Changing career path. Sebagai lulusan sarjana teknik dan bekerja di bidang yang sama, karir-nya identik dengan yang namanya tugas lapangan. Tugas lapangan ini, bagi suami saya, seringkali adalah kunjungan kerja ke remote area (daerah terpencil) selama beberapa minggu. Terkadang keadaan tidak memungkinkan untuk membawa keluarga ikut berkunjung sehingga dengan terpaksa kami harus berjauhan selama beberapa waktu. Selain itu, dengan bertambahnya usia kelak, kemungkinan besar kunjungan kerja seperti ini akan sangat melelahkan. Oleh karena itu kami mempertimbangkan untuk bisa mengambil kesempatan untuk berganti karir kantoran (kalau berjodoh tentunya, hehe).
  3. Posisi suami saat ini berada di level manager. Sudah sepantasnya untuk dia belajar lebih banyak tentang manajerial. Walaupun kemampuan manajerial bisa dipelajari langsung dari pengalaman di lapangan tapi tidak ada salahnya kita belajar dari suatu lembaga pendidikan yang diakui baik di dalam maupun luar negeri dan mendapatkan sertifikat ijazah dari pembelajaran tersebut. Hal ini akan menjadi suatu nilai lebih buat kita nantinya.
  4. Pada beberapa perusahaan, mensyaratkan kita untuk memiliki ijazah S2 (biasanya bidang manajemen) untuk menduduki posisi tertentu (level manajerial). Jadi kalau berniat untuk pindah karir lebih baik sudah mempersiapkan diri sebelumnya kan? Hehehe..

Dari pilihan program studi MM atau MBA, kami mempersempit pilihan universitasnya menjadi: Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada – Kampus Jakarta (UGM) dan Sekolah Bisnis & Manajemen Institut Teknologi Bandung – Kampus Jakarta (SBM-ITB). Berikut adalah sedikit perbandingan diantara mereka:

  • Universitas Indonesia
    Program Studi: MM & MM-MBA (dual degree)
    Lokasi: Kampus UI Salemba
    Waktu Kuliah (kelas khusus): Senin – Kamis pk. 19:00 – 21:30 WIB (tidak ada kuliah weekend)
    Bahasa Pengantar: Indonesia-Inggris (MM) & Inggris (MM-MBA)
    Sertifikasi: BAN PT dan ABEST
    Lama Perkuliahan: 4 Semester + 1 Semester Pendek
    Total SKS: 42
    Biaya yang dibutuhkan: +- 105,2 juta Rupiah (untuk MM). Untuk MM-MBA biayanya jauh lebih mahal.
    Website: http://mm.fe.ui.ac.id/
  • Universitas Gajah Mada – Kampus Jakarta
    Program Studi: MBA
    Lokasi: Kampus UGM Jakarta, Tebet.
    Waktu Kuliah: Eksekutif A: Senin – Jumat malam; Eksekutif B: Jumat malam – Sabtu pagi sampai sore.
    Bahasa Pengantar: Indonesia. (Bahasa Inggris hanya untuk kelas MBA international).
    Akreditasi: AACSB, BAN PT, ABEST21, Nibes, AUN, AAPBS, dan APMMI
    Lama perkuliahan: 5 semester (1 semesternya adalah program matrikulasi)
    Total SKS: 48
    Biaya yang dibutuhkan: +- 103 juta Rupiah (Eksekutif A) dan +- 112 juta Rupiah (Eksekutif B)
    Website: http://mm.feb.ugm.ac.id/id/
  • Sekolah Bisnis & Manajemen Institut Teknologi Bandung – Kampus Jakarta
    Program Studi: MBA (Business Leadership Executive MBA / BLEMBA)
    Lokasi: Kampus SBM-ITB Jakarta, Kuningan
    Waktu Kuliah: Setiap 2 minggu sekali Jumat – Minggu pagi sampai sore (tidak lebih dari 14 hari Jumat dalam setahun)
    Bahasa Pengantar: Inggris
    Akreditasi: BAN PT, SICS, dan ABEST21 (dalam proses menuju sertifikasi AACSB, EQUIS, dan AMBA)
    Lama Perkuliahan: 3 Semester + 1 Semester Pendek
    Total SKS: 36
    Biaya yang dibutuhkan: +-95 juta Rupiah (BLEMBA).
    Website: http://www.sbm.itb.ac.id/mba

Dari semua pilihan diatas akhirnya kami lebih memilih SBM-ITB dengan pertimbangan:

  • Mengambil kelas weekdays malam sepertinya tidak cocok dengan ritme kerja suami saya yang sering ada meeting diluar jam kantor. Ditambah lokasi kantor suami yang cukup jauh dari Salemba atau Tebet, walaupun menggunakan sarana transportasi umum yang konon bebas macet seperti commuter line (KRL) dan TransJakarta (busway), tetap beresiko telat sampai di kelas. Belum pula sehabis pulang kantor sudah lelah dan membuat susah konsentrasi saat kelas malam. Jadi opsi kelas weekend bagi pak suami akan jauh lebih baik.
  • Prefer gelar MBA dengan semua bahasa pengantar perkuliahan dalam Inggris. Hal ini bertujuan untuk persiapan menghadapi persaingan global nantinya.
  • Sistem pengajaran yang mengkombinasikan pengetahuan teoritis dan juga praktik-nya dengan mengutamakan bedah studi kasus (problem based learning) dimana mahasiswa dituntut untuk berperan secara aktif (active learning) dalam semua diskusi dalam kelas.
  • Banyak dosen tamu yang merupakan praktisi handal di dunia bisnis.
  • Jadwal kuliah 2 minggu sekali memberikan kesempatan untuk bisa refresh dan juga mengerjakan kerjaan kantor lainnya. Yah namanya juga kuliah sambil kerja kan? Hehehe.
  • Sistem pengajaran dibuat fokus dan terarah. Satu mata kuliah akan dipelajari sampai tuntas dilanjutkan dengan ujiannya baru beralih ke mata kuliah berikutnya. Jadi ilustrasinya adalah satu mata kuliah diselesaikan dalam 2 kali weekend (bukan weekend berturut-turut karena kuliahnya 2 minggu sekali), hari minggu pertama adalah mid exam dan hari minggu kedua adalah final exam. Sistem pengajaran ini benar-benar berbeda dengan sistem reguler dimana setiap hari kita akan belajar mata kuliah yang berbeda-beda dan ujiannya berbarengan dalam waktu beberapa hari. Sistem reguler ini agak berat sih menurut saya karena butuh effort dan waktu lebih untuk belajarnya sementara kepala kita sudah pusing duluan karena kerjaan dan rutinitas di kantor.
  • Dari segi bangunan kelas dan fasilitas kampus, jauh lebih modern karena bangunan baru.
  • Peserta kuliah kebanyakan adalah para eksekutif muda jadi suasana kuliah lebih santai, tidak terlalu ada gap, asyik dan tidak kaku.
  • Tidak ada aturan khusus mengenai keharusan berpakaian resmi (kemeja & dasi) saat mengikuti perkuliahan. Pakaian bebas santai tapi tetap sopan. Tidak semua eksekutif dalam kehidupan sehari-harinya wajib tampil dengan 3 piece suits setiap saat kan? Lain halnya kalau menghadiri suatu event spesial. Aturan baku tentang cara berpakaian ini menurut saya terlalu kaku dan tidak sesuai saja dengan jiwa anak muda sekarang, hehe.
  • Kalau ada kuliah kunjungan ke pusat which is dalam hal ini adalah Bandung, tidak perlu biaya transport yang mahal.
  • Last but not least, saya dan suami sama-sama alumni ITB jadi kami percaya dengan kualitas kampus gajah ini dalam mencetak generasi bangsa. Demi Tuhan, Bangsa dan Almamater.. Merdeka! (Salam Ganesha).

Demikianlah pertimbangan kami berdua sampai akhirnya memutuskan SBM-ITB Jakarta sebagai tempat kuliah pak suami. Disini posisi saya sebagai istri tidak hanya meng-iya-kan saja sebagai bentuk support tapi saya juga menemani pak suami survey ke kampus dan bahkan saya juga ikut open house yang diselenggarakan SBM-ITB Jakarta, wkwkwk. Dari hasil survey itulah yang jadi bahan brainstorming kami berdua. Dikarenakan keputusan ini akan berdampak kepada kehidupan suami istri jadi memang pasangan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Karena sudah keputusan bersama jadi sebagai istri tidak boleh ngambek lagi kalau kebersamaan weekend-nya harus berkurang karena suami sibuk kuliah. Tapi saya percaya semua pengorbanan ini pasti akan berbuah manis di kemudian hari.

Pak suami memilih untuk ikut proses seleksi SBM-ITB Kampus Jakarta batch 1 untuk intake Agustus 2017. Kenapa lebih baik ikut seleksi batch 1? Karena untuk kuota mahasiswa BLEMBA ini dibatasi hanya 50 orang setiap tahunnya (khusus untuk intake Agustus 2017 ini kuota mahasiswanya dinaikkan menjadi 68 orang karena banyak peminat). Jadi istilahnya siapa yang cepat daftar dan punya nilai akademis yang bagus, dialah yang dapat jatah duluan. Kalau ikut seleksi batch 2 dan 3 bisa jadi karena jatah kuota kita akan dialihkan ke penerimaan mahasiswa tahun berikutnya.

Tulisan berikutnya akan saya share beberapa tips tentang Tes Potensi Akademik (TPA) yang merupakan salah satu prasyarat wajib untuk bisa melanjutkan kuliah S2 (jurusan apapun) di Indonesia.

5 pemikiran pada “Melanjutkan Kuliah S2 Sambil Kerja

  1. Suaminya kuliah masih brp lama? Suami saya juga sedang ambil S2. Kami pun sedang TTC (trying to conceive) walaupun blom sampai tahap IVF. Cerita kita ada miripnya… hehe. I always enjoy your blog 🙂

    Suka

Tinggalkan Balasan ke aryadoeta Batalkan balasan